Bandung, eskoncer.com – Sembilan orang mantan karyawan/pensiunan PT. Dirgantara Indonesia ( PT. DI ) yang tergabung dalam PKWT14 pada Senin (18/11) telah membuat pelaporan tentang adanya dugaan penggelapan pembayaran BPJS oleh PT. DI, seperti dituturkan oleh salah seorang juru bicaranya (koordinator) Hadi Prasongko bahwa dirinya bersama rekan-rekan telah membuat laporan kasus ini ke Polrestabes Bandung.
Dipaparkan Hadi, bahwa dirinya telah menyampaikan kepada penyidik tentang kasus yang dialaminya bersama rekan lainnya, dimana sebelumnya telah berkonsultasi awal mula kejadiannya karena isu ini muncul sejak jauh-jauh hari dan kita beberapa waktu lalu bersama rekan-rekan menanyakan kepada manajemen terkait tunggakan BPJS ini.
Karena setiap bulannya seluruh karyawan gajinya dipotong namun memang kondisi ini tidak mendapat respon yang clear dari pihak manajemen, sehingga dengan adanya isu besar permanen off PKWT kami para pensiunan ini menjadi trigger dan memang menjadi tidak jelas nasib kita semua.
Karena kita tahunya setelah mengklaim pensiun dan BPJS, JHT hasilnya tidak maksimal kita diberikan BPJS sampai terakhir bulan dimana PT. DI membayar iuran kepada BPJS.
Lebih lanjut dijelaskan Hadi, bahwa hari ini dari status JMU itu dinyatakan bahwa pembayaran BPJS sampai dengan tgl 1 Agustus 2023, jadi kalau dihitung sampai Oktober bulan kemaren sudah 14 bulan gaji kita dipotong, iuran ini menjadi isu yang krusial karena tujuan dari iuran BPJS adalah adanya jaminan ketenagakerjaan yang mana statusnya kita pertanyakan apakah jaminan BPJS ini diberikan pada kami.
Dari 9 orang yang melaporkan kasus ini namun ada 3 orang lagi masih aktif bekerja sebagai karyawan kontrak PT. DI sampai bulan Nopember 2024. Ini menjadi kekhawatiran kita karena di BPJS ada 4 jaminan, pertama jaminan kecelakaan kerja, kedua jaminan kematian, ketiga JHT dan keempat jaminan pensiun, dua yang krusial bagi kami bahwa JHT tidak maksimal JP memang sudah dibayarkan karena tidak sampai 14 bulan tunggakannya.
Namun bagi karyawan yang masih bekerja termasuk dirinya dengan masa kerja 3–4 bulan lagi apakah jaminan kecelakaan kerja dan kematian masih dicover BPJS apa tidak, hal ini pun sudah dilaporkan ke pihak penyidik, dimana nanti penyidik yang akan mempertanyakan kepada pihak-pihak terkait.
Adapun pengacara dari sembilan orang mantan karyawan PT. DI, Candra Kuspratomo, S.H. mengatakan bahwa menurutnya telah ada dugaan penggelapan oleh PT. DI dimana para mantan karyawan ini setiap bulan gajinya telah dipotong untuk membayar iuran BPJS, tetapi berbanding terbalik dengan apa yang ada di aplikasi Jamsostek Mobile yang berhenti di bulan Agustus 2023. Sedangkan untuk yang masih aktif potongannya sampai 2024 jadi dananya dikemanakan oleh PT. DI.
Dikatakan Candra didalam undang-undang penyelenggara dinas sosial bahwa bagi perusahaan yang tidak menyetorkan iuran BPJS dapat dipidana maka hal inilah yang sedang kami laporkan, adapun untuk langkah selanjutnya pihaknya menunggu langkah atau hasil dari penyelidikan, apakah nanti ditemukan ada atau tidak adanya unsur tindak pidana tersebut, maka untuk pembuktian tersebut diperlukan menggali dari saksi-saksi yang dimintai keterangannya oleh penyidik.
Pada pertemuan pertama para pensiunan dengan penyidik minggu lalu, Hadi bersama rekan-rekan menuturkan kalau dugaan penggelapan yang dilakukan PT. DI seluruhnya dari semua karyawan yang ada totalnya sebesar 29,1 M, itupun bukan dari hitungan kami tetapi informasi yang disampaikan pihak manajemen PT. DI.
Yang membuat kami para mantan karyawannya kecewa adalah kenapa pihak manjemen PT. DI sebelumnya tidak mensosialisasikan hal ini kepada para karyawannya. Mungkin kami-kami ini akan memahami kondisi perusahaan kalau saat itu perusahan tidak mempunyai dana. Kalau ada keterbukaan dari PT. DI tetapi dengan seperti ini kami merasa dibohongi.
Perusahaan yang menunggak BPJS 1M saja masuk tahanan apalagi ini menunggaknya 29,1 M, ucap salah seorang mantan karyawan PT. DI.
(Red-02)